Berkata Ibnul Atsir: "Zakat fitrah (fithr) adalah untuk mensucikan badan" (An Nihayah 2:307)
Berkata Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Atsqolani menukil perkataan Abu Nu'aim: "Disandarkan shodaqoh (zakat) kepada fithr (berbuka) disebabkan karena wajibnya untuk berbuka dari bulan Ramadhan."
Adapun pendapatnya Ibnu Qutaibah: "Yang dimaksud Zakat Fitrah adalah zakat jiwa, istilah itu di ambil dari kata fitrah yang merupakan asal dari kejadian." Pendapat ini dilemahkan oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar dan yang benar adalah pendapat yang pertama. (lihat Fathul Baari 3:367)
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah mewajibkan zakat Fithr (fitrah) satu sha' dari kurma atau satu sha' dari gandum kepada budak atau yang merdeka, laki-laki atau perempuan anak kecil ataupun dewasa dari kaum muslimin dan beliau menyuruh untuk dibayar sebelum manusia keluar untuk shalat ('ied)." (HR. Bukhari Kitab Zakat 3:367 no. 1503 dari hadits Ibnu Umar)
Hukum zakat fithr
Zakat fitri itu wajib berdasarkan hadits (dari) Ibnu Umar radhiallahu'anhuma: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitri kepada manusia pada bulan Ramadhan." (Riwayat Bukhari 3/291 dan Muslim 984 dan tambahan pada Muslim)
Dan berdasarkan hadits Ibnu Abbas radhiallahu'anhuma: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah mewajibkan zakat fitri." (Riwayat Abu Dawud 1622 dan An Nasaai 5/50 padanya ada Al-Hasan yang ber-'an-'anah. Dan hadits sebelumnya sebagai penguat.)
Sebagian ahlul ilmi menyatakan bahwa zakat fitri telah mansukh (dihapus) oleh hadits Qais bin Sa'ad bin Ubadah radhiyallahu 'anhu, beliau berkata: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan kami dengan shadaqah fitri sebelum diturunkannya (kewajiban) zakat dan tatkala diturunkan (kewajiban) zakat beliau tidak memerintahkan kami dan tidak pula melarang kami, tapi kami mengerjakannya (mengeluarkan zakat fitri)."
Al-Hafidz rahimahullah menjawab sangkaan tersebut dengan perkataannya 3/368: "Bahwa pada sanadnya ada seorang periwayat yang tidak dikenal, akan tetapi hadits tersebut memiliki penguat, dan dikeluarkan oleh An-Nasaai 5/49 dan Ibnu Majah 1/585 dan Ahmad 6/6 dan Ibnu Khuzaimah 4/81 dan Al-Hakim 1/410 dan Al-Baihaqi 4/159 dari beberapa jalan. Dan sanadnya SHAHIH.) Dan kalaupun dianggap shahih tidak ada dalil yang menunjukkan atas naskh-nya (hadits Qais yang menunjukkan wajibnya zakat fitr) karena mungkin Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mencukupkan dengan perintah yang pertama, karena turunnya suatu kewajban tidaklah menggugurkan kewajiban yang lain."
Siapa yang diwajibkan?
Zakat fithr wajib atas kaum muslimin, anak kecil, besar, lelaki, perempuan, merdeka, dan hamba. Berdasarkan hadits Abdullah bin Umar radhiallahu'anhuma: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mewajibkan zakat fithr sebanyak satu shaa' korma atau satu shaa' gandum atas hamba dan orang merdeka, kecil dan besar dari kalangan muslimin," (Riwayat Bukhari 3/291 dan Muslim 984)
Sebagian ahlul ilmi mewajibkannya pada hamba yang kafir karena hadits Abu Hurairah radhiallahu 'anhu: "Hamba tidak ada zakatnya kecuali zakat fithr" (Riwayat Muslim (982))
Hadits ini umum sedangkan hadits Ibnu Umar khusus, sudah maklum hadits khusus jadi penentu hadits umum. Yang lain berkata: "Tidak wajib atas orang puasa karena hadits Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mewajibkan zakat fithr pensuci bagi yang puasa dari perbuatan sia-sia, jelek dan makanan bagi kaum miskin." (Telah lewat takhrijnya)
Al-Khathabi rahimahullah (Ma'alimus Sunan 3/214) menegaskan: "Zakat fitri wajib juga atas orang puasa yang kaya atau fakir yang mendapatkannya dari makanan dia, jika 'illat (alasan -pent) diwajibkannya karena pensucian, seluruh yang puasa butuh akan itu, jika berserikat dalam 'illat berserikat juga dalam hukum".
Al-Hafidz menjawab (3/369): "Penyebutan pensucian disebutkan untuk menghukumi yang dominan, zakat fithr diwajibkan pula atas orang yang tidak berpuasa (berdosa) seperti yang diketahui keshalihannya atau orang yang masuk Islam sesaat sebelum terbenamnya matahari."
Sebagian lagi berpendapat bahwa zakat fithr wajib juga atas janin, tapi kami tidak menemukan dalil akan hal itu, karena janin tidak bisa disebut kecil atau besar, baik menurut masyarakat ataupun istilah.
Macam jenis zakat fithr
Zakat fitri dikeluarkan berupa satu shaa' gandum, satu shaa' korma, satu shaa' susu, satu shaa' anggur kering atau salt, karena hadits Abu Said Al-Khudri radhiyallahu 'anhu: "Kami mengeluarkan zakat pada zaman Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam satu shaa' makanan, satu shaa' gandum, satu shaa' korma, satu shaa' susu kering, satu shaa' anggur kering," (Riwayat Bukhari 3/294 dan Muslim 985)
Dan hadits Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mewajibkan satu shaa' gandum, satu shaa' korma, satu shaa' salt." (Dikeluarkan oleh Ibnu Khuzaimah 4/80 dan Al-Hakim 1/408-410)
Ternyata dalam dua hadits ini, tidak kita dapati penyebutan beras atau sagu sebagai bahan makanan pokok di negeri ini. Sehingga apakah kita harus mencari bahan-bahan yang tersebut dalam dua hadits di atas untuk membayar zakat fithri kita?
Pendapat yang paling masyhur di dalam madzhab Hanbali (madzhabnya pengikut Imam Ahmad ibnu Hanbal) adalah pendapat bahwa membayar zakat dengan bahan-bahan selain yang disebutkan dalam dua hadits di atas adalah tidak sah. Akan tetapi pendapat ini, wallahu a'lam, adalah pendapat yang marjuh/lemah. Sebab dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Sa'id Al-Khudry mengatakan: "Kami (para sahabat Nabi) memberikan zakat fithri di masa Nabi shalallahu 'alaihi wassalam berupa satu sha' makanan." Abu Sa'id Al-Khudry berkata: "Dan makanan kami pada saat itu adalah gandum, anggur kering, dan aqith."
Riwayat ini menunjukkan bahwa makanan yang dibayarkan adalah makanan pokok yang paling banyak dibutuhkan oleh penduduk suatu negeri. Dan ini adalah pendapat ulama dari madzhab Malikiyyah dan Syafi'i dan diriwayatkan pula dari Imam Ahmad, serta dibenarkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan Syaikh Muqbil ibnu Hadi Al-Wadi'iy rahimahullah ta'ala.
Syaikh Abdullah ibnu Abdirrahman ibnu Shalih Al-Bassam dalam Taisirul 'Allam (keterangan beliau terhadap kitab Umdatul Ahkam I/404) mengatakan: "Bahan makanan yang paling utama untuk zakat fithri (dari bahan-bahan makanan yang ada) adalah bahan makanan pokok yang paling dibutuhkan oleh kaum muslimin (faqir dan miskin) setempat."
Ukuran Zakat Fithr
Shaa' yang teranggap adalah shaa'-nya penduduk Madinah, berdasarkan hadits Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma: "Timbangan-timbangan pedagang gandum memakai takaran orang Madinah." (Riwayat Abu Dawud 2340, Nawawi 7/281,Baihaqi 6/31 dari Ibnu Umar....... diriwayatkan pula oleh Baihaqi 2/161 dari jalan lain dari Ali. Hadits Ali, munqathi juga ada jalan lagi mauquf dari Ibnu Umar, dalam Ibnu Abi Syaibah Mushannaf 4/37 dengan sanad shahih, hingga dengan jalan-jalan ini jadi hasan.)
Dalam masalah ini, para ulama berbeda pendapat. Namun pendapat yang paling kuat adalah bahwa ukuran (takaran) 1 sha' adalah sha' nabawy (seukuran 4 mud yang ditakar dengan dua tangan Nabi shalallahu 'alaihi wassalam). Dan apabila dikonversikan ke satuan timbangan (berat) maka 1 sha' nabawy setara dengan 2040 (dua ribu empat puluh) gram atau 2,04 kg. Wallahu a'lam.
Bolehkah menggantikan bahan pokok dengan uang yang senilai?
Al-Imam An-Nawawy menukilkan dalam Syarah Muslim VII/53 bahwa seluruh ulama (kecuali Abu Hanifah) tidak membolehkan zakat fithri yang dibayarkan dengan uang. Dan inilah yang rajih (kuat) berdasarkan beberapa hal. Pertama; Hadits tentang zakat fithri menunjukkan bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam mensyariatkan zakat ini untuk ditunaikan dalam bentuk makanan. Kedua; Amalan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam dan sahabatnya menunjukkan bahwa mereka selalu menunaikan zakat ini berupa makanan, padahal kita mengetahui bahwa di masa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam pun telah beredar uang dinar dan dirham. Namun beliau dan para sahabatnya tetap menunaikan zakat dengan bahan makanan, tidak dengan dinar dan dirham.
Siapa yang harus dikeluarkan zakatnya
Setiap kaum muslimin (laki-laki dan perempuan) harus membayar zakatnya masing-masing jika dia memiliki kemampuan untuk membayarnya. Sehingga seorang wanita atau anak kecil yang memiliki harta harus menunaikan dengan hartanya. Adapun bila dia tidak memiliki harta maka yang harus membayar adalah orang yang menanggung nafkahnya kalau dia memiliki sesuatu yang lebih dari apa yang harus ia nafkahkan kepada orang-orang yang berada di bawah tanggungannya pada malam Ied dan esoknya.
"Kami diperintahkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam (mengeluarkan) shadaqah fitri atas anak kecil dan orang tua, orang merdeka dan seorang hamba dari orang-orang yang membekalinya." (Dikeluarkan oleh Ad-Daraqutni 2/141 dan Al-Baihaqi 4/161 dari Ibnu Umar dengan sanad yang lemah. Dan dikeluarkan oleh Al-Baihaqi 4/161 dari jalan lain dari Ali, dan sanadnya terputus. Tetapi punya jalan yang sampai kepada Ibnu Umar, pada Ibnu Abi Syaibah di dalam Al-Mushannaf 4/37 dengan sanad yang SHAHIH maka hadits tersebut dengan beberapa jalan menjadi HASAN)
Bila dia tidak memiliki sesuatu kecuali apa yang harus dia nafkahkan untuk tanggungannya maka tidaklah wajib baginya untuk membayar, sebagaimana dikatakan oleh jumhur ulama. Adapun hamba sahaya, maka wajib bagi tuannya untuk membayar zakat budak tersebut berdasarkan hadits dari Abu Hurairah: "Tidak ada kewajiban untuk membayarkan shodaqoh seorang hamba sahaya kecuali zakat fithri." (HR. Muslim).
Kepada siapa disalurkannya
Dan zakat tidak boleh diberikan kecuali kepada orang yang berhak menerimanya dan mereka adalah orang-orang miskin berdasarkan hadits Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah mewajibkan zakat fitri sebagai pembersih (diri) bagi yang berpuasa dari perbuatan sia-sia dan perbuatan kotor dan sebagi makanan bagi orang-orang miskin." (Telah lewat takhrijnya)
Pendapat ini dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah sebagaimana disebutkan dalam kitabnya Majmu' Fatawa II/71-78 serta Ibnul Qoyyim dalam kitab beliau Zadul Ma'ad II/44.
Dan sebagian Ahlul Ilmi berpendapat bahwa zakat fitri diberikan kepada delapan golongan dan (pendapat) ini tidak ada dalilnya. Sebagian ulama menganggap bahwa zakat fithri disalurkan kepada 8 golongan. Mereka meng-qiyas-kannya dengan zakat maal yang memang diberikan kepada 8 golongan sesuai dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam surat At-Taubah ayat 60. Namun qiyas ini tidaklah dibenarkan. Karena dalil dari Al-Qur'an ini adalah dalil yang bersifat umum. Sedangkan untuk zakat fithri adalah dalil khusus yaitu hadits Ibnu Abbas yang telah disebut di atas.
Dan termasuk dari (amalan) sunnah jika ada seseorang yang mengumpulkan zakat tersebut (untuk dibagikan kepada yang berhak -pent). Sungguh Nabi telah mewakilkan kepada Abu Hurairah radhiallahu'anhu berkata: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengkhabarkan kepada aku agar aku menjaga zakat Ramadhan." (Dikeluarkan oleh Bukhari 4/396).
Dan sungguh dahulu pernah Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma mengeluarkan zakat kepada orang-orang yang menangani zakat dan mereka adalah panitia yang dibentuk oleh Imam (pemerintahan) untuk mengumpulkannya dan hal tersebut (dilakukan) satu hari atau dua hari sebelum 'Iedul fitri.
Dikeluarkan oleh Ibnu Khuzaimah (4/83) dari jalan Abdul Warits dari Ayyub: "Aku katakan: "Kapankah Ibnu Umar mengeluarkan satu shaa'?" Berkata Ayyub: "Apabila petugas telah duduk (bertugas)". Aku katakan: "Kapankah petugas itu mulai bertugas?" Beliau menjawab: "Satu hari atau dua hari sebelum 'Iedul fitri."
Waktu Penunaian zakat
Zakat fitri ditunaikan sebelum orang-orang keluar (rumah) menuju shalat ied dan tidak boleh diakhirkan (setelah) shalat atau dimajukan penunaiannya kecuali satu hari atau dua hari (sebelum 'Ied). Ini berdasarkan hadits Ibnu Umar radhiyallahu 'anhu: "Bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam memerintahkan kaum muslimin untuk membayarkan zakatnya sebelum keluarnya mereka untuk menjalankan shalat Ied."
Adapun memajukannya satu atau dua hari sebelum Iedul Fithri, maka hal ini diperbolehkan, sebagaimana yang telah dilakukan oleh para sahabat berdasarkan riwayat dari Al-Bukhari dari Ibnu Umar radiyallahu ‘anhu. Dan Ibnu Abbas radiyallahu ‘anhu meriwayatkan suatu hadits bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda: "Barangsiapa menunaikan zakat fithri sebelum shalat ied maka ia adalah zakat yang diterima. Dan barangsiapa yang menunaikannya setelah dilakasanakan shalat iedul fithri maka ia dianggap sebagai salah satu jenis shodaqoh saja dan zakatnya tidak diterima." (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, dan lainnya dengan sanad yang hasan).
Hikmah zakat fithr
Allah Ta'ala mewajibkan zakat fithr sebagai pensucian diri bagi orang-orang yang berpuasa dari (perbuatan) sia-sia dan kotor serta sebagai makanan bagi orang-orang miskin untuk mencukupi (kehidupan) mereka pada hari yang bagus tersebut berdasarkan hadits Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma yang telah lalu. (Lihat Sifat Puasa Nabi karya syaikh Salim Al-Hilali hal:101- 107)
dari berbagai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan pesan-pesan Anda untuk Kami