Sabtu, 22 November 2014

SEPERCIK INSPIRASI KISAH 'Abdullah bin Rawahah ra.



[SEPERCIK INSPIRASI KISAH SAHABAT NABI SAW]

Bismillah...

'Abdullah bin Rawahah ra.

Wafat 629 M, adalah salah satu Sahabat Nabi SAW dari Bani Khazraj.

Beliau mahir membuat syair yang menggambarkan Islam.

Ia adalah salah satu dari dua belas orang pertama yang menyatakan keIslaman dari kalangan Anshar sebelum terjadinya hijrah (Bai'at Aqabah Pertama).

Beliau juga mengikuti Bai'at Aqabah kedua bersama dengan 73 orang lainnya dari kalangan Anshar.

Aksinya yang paling heroik tampak dalam pertempuran Mu'tah.

Beliau menjadi panglima perang menggantikan Zaid bin Haritsah ra. dan Ja'far bin Abi Thalib ra. setelah mereka berdua syahid dalam pertempuran tersebut.

Pada bulan Jumadil Ula tahun kedelapan setelah Hijrah, yakni beberapa bulan setelah pelaksanaa qadha umrah, Rasulullah SAW menyiapkan 3.000 orang prajurit dari pahlawan-pahlawan Islam terbaik. Beliau SAW mengangkat Zaid bin Haritsah sebagai komandan pasukan dan berpesan:

“Jika Zaid gugur, maka Ja’far bin Abi Thalib menggantikannya memimpin pasukan. Jika Ja’far pun gugur, maka ‘Abdullah bin Rawaahah mengambil posisinya memimpin pasukan.”

Pasukan berangkat dan di dalamnya turut serta Khalid bin Walid yang telah masuk Islam setelah perjanjian Hudaibiyah. Rasul saw turut mengantarkan mereka hingga tiba di luar Madinah dan berpesan kepada mereka supaya tidak membunuh kaum wanita, anak-anak, orang buta, bayi. Juga tidak boleh menghancurkan rumah-rumah dan tidak menebang pepohonan.

Kemudian beliau SAW bersama kaum Muslim mendoakan pasukan dengan ucapan:

“Semoga Allah selalu menyertai kalian, mempertahankan kalian dan mengembalikan kalian kepada kami dalam keadaan selamat”. Pasukan pun berangkat.

Ketika mereka berangkat, masyarakat melepas keberangkatannya terhadap para komandan pasukan Rasulullah SAW dan memberi salam.

Tatkala Abdullah bin Rawahah dilepas oleh kaum muslim, ia menangis.

Maka orang-orang bertanya: Mengapa engkau menangis wahai Ibnu Rawahah?

Ia menjawab: Demi Alah, aku menangis bukan karena cinta kepada dunia atau merindukan kalian, melainkan karena aku pernah mendengar Rasulullah SAW membaca ayat dari Kitab Allah yang mengingatkan tentang neraka:

"Dan tidak ada seorang pun dari padamu melainkan mendatangi neraka itu. Hal itu bagi Tuhanmu adalah suatu kemestian yang sudah ditetapkan" (TQS. Maryam: 71)

Aku tidak tahu bagaimana nasibku setelah mati.

Orang-orang lalu berkata: Semoga Allah meyertai kalian, melindungi dan mengembalikan kalian kepada kami dalam keadaan selamat.

Setelah itu Abdullah bin Rawahah bersya'ir:

Aku memohon ampun kepada ar-Rahman
Dan pukulan dahsyat yang memercikkan darah
Atau tikaman oleh orang yang haus darah
Dengan tombak sehingga menembus usus dan hati
Hingga orang-orang berkata tatkala melewati kuburku
Semoga Allah memberi petunjuk kepada para prajurit dan sungguh ia telah mendapatkannya

Tatkala pasukan hendak berangkat, Abdullah bin Rawahah mendatangi Rasulullah SAW dan mengucapkan salam perpisahan seraya bersya'ir:

Semoga Allah mengokohkan kebaikan yang engkau bawa

Seperti kokohnya yang Dia berikan kepada Musa

Dan memberi pertolongan, seperti orang yang ditolong-Nya

Sungguh aku menyaksikan kebaikan padamu itu sebagai hadiah sejak pandangan pertama

Allah mengetahui bahwa aku tidak salah dalam memberikan keputusan

Engkau Rasul, dan barangsiapa diharamkan mengikutimu

Ia diharamkan mendapatkan kebaikan yang berlimpah

Pasukan itupun berangkat diantar oleh Rasulullah SAW. Setelah beliau melepas dan meninggalkan mereka, Abdullah bin Rawahah berkata:

Kedamaian tercurah kepada orang yang aku tinggalkan di Madinah. Ia adalah pengantar dan kekasih terbaik.

Pasukan kaum muslim bergerak tiba di daerah Mu'an, wilayah Syam. Mereka memperoleh berita bahwa Malik bin Zafilah telah mengumpulkan 100.000 orang prajurit dari kabilah-kabilah Arab (suku Lakhm, Judzam, Laqain, Bahra dan Baliya), sementara Hiraklius sendiri datang dengan memimpin 100.000 orang pasukan.

Berita ini tentu mengejutkan pasukan Islam dan mereka tinggal di Mu’an selama dua malam untuk memikirkan persoalan ini dan langkah apa yang akan mereka lakukan untuk menghadapi pasukan yang sangat menakutkan dengan kekuatannya yang amat besar.

Pendapat yang terkuat di antara mereka adalah agar menulis surat kepada Rasul saw untuk mengabarkan kepadanya tentang jumlah pasukan musuh yang begitu besar. Apakah beliau akan menambah jumlah pasukan atau memerintahkan mereka sesuai dengan apa yang terlihat. Namun, Abdullah bin Rawahah justru berpendapat lain dan berkata lantang kepada mereka:

“Wahai kaum muslim, demi Allah, sesuatu yang kalian takuti pada hakekatnya adalah sesuatu yang selama ini kalian minta, yaitu mati syahid.

Kita tidak berperang melawan musuh berdasarkan besarnya kekuatan dan jumlah pasukan, tetapi kita memerangi mereka karena Islam, dimana Allah memuliakan kita dengan Islam.

Majulah kalian, niscaya kalian akan mendapatkan salah satu diantara dua kebaikan yaitu kemenangan atau mati syahid."

Pasukan Muslim berkata: Sungguh, Demi Allah, Abdullah bin Rawahah berkata benar.

Seketika itu juga bergeloralah semangat iman dalam tubuh pasukan dan mereka melanjutkan perjalanan hingga tiba di desa Masyarif. Di tempat tersebut, pasukan gabungan Romawi menemukan mereka, sehingga mereka meninggalkan Masyarif menuju Mu’tah dan membuat pertahanan di sana. Di tempat itulah mulai berlangsungnya peperangan yang paling dahsyat dan menakutkan antara pasukan mereka dengan pasukan Romawi.

Dalam pertempuran itu ada kematian yang membuat bangsa kulit merah itu mengangakan mulutnya. Perang itu terjadi antara tiga ribu pasukan mukminin yang mencari mati dan syahadah dengan 100.000 atau 200.000 pasukan kafir yang bergabung untuk membinasakan pasukan kaum Muslim.

Semangat peperangan mulai bangkit di antara dua kelompok pasukan itu bagaikan nyala tungku api.

Zaid bin Haritsah memanggul Rayah (panji) Nabi saw dan membawanya maju ke jantung pertahanan musuh. Dia melihat maut membayang di hadapannya, namun dia tidak takut karena memang sedang mencari syahid di jalan Allah. Oleh karena itu Zaid terus merangsek ke tengah pertahanan musuh dengan keberanian yang melampaui batas khayalan.

Dia benar-benar ada dalam perang yang mematikan hingga akhirnya sebatang tombak musuh berhasil merobek tubuhnya.

Rayah segera diambil alih Ja’far bin Abi Thalib seorang pemuda tampan dan pemberani yang umurnya masih 33 tahun. Lalu dia menceburkan dirinya dalam perang yang mematikan.

Ketika dia melihat musuh telah mengepung kudanya dan melukai tubuhnya, dia justru semakin maju ke tengah musuh sambil mengayunkan pedangnya. Tiba-tiba seorang tentara Romawi menyerangnya dan menebas tubuhnya hinga terpotong jadi dua bagian, dia pun gugur.

Lalu Rayah disambar ‘Abdullah bin Ruwahah lalu membawanya maju dengan menunggang kudanya dan sempat sedikit ragu-ragu, namun akhirnya dia melesat ke depan dan berperang hingga akhirnya terbunuh.

Bendera diambil Tsabit bin Aqram seraya berteriak lantang, “Hai kaum Muslim, pilihlah seorang komandan yang pantas di antara kalian!” Lalu mereka memilih Khalid bin Walid.

'Abdullah bin Rawahah ra.pun syahid menyusul dua penglima itu.

Ibnu Ishak mengeluarkan hadits dari Abbad bin Abdullah bin Zubair ra yang berkata. Ayahku yang menjadi anggota Bani Amru bin Auf bertutur kepadaku: Tatkala Ja'far ra gugur, Abdullah bin Rawahah ra mengambil panji-panji perang (rayah). Ia maju dengan menaiki kudanya dan menerjunkan diri dalam pertempurangan, namun agak bimbang, lalu ia melantunkan sya'irnya:

Wahai diriku, aku bersumpah, engkau harus terjun ke medan perang.

Engkau harus terjun ke kancah pertempuran, atau aku akan memaksamu terjun

Manusia telah berkumpul dan berteriak semakin keras

Namun, mengala kulihat engkau membenci surga?

Sudah sekian lama engkau hidup tentram

Dan engkau hanyalah setetes nuthfah yang akan di kumpulkan air

Ia melanjutkan sya'irnya:

Wahai diriku, apabila engkau tidak terbunuh, engkau tetap mati

Inilah kendali kematian yang telah mengincarmu

Apa yang engkau dampakan telah diberikan kepadamu

Jika engkau mengerjakan perbuatan dua orang, engkau mendapat petunjuk

Yang dimaksud dengan dua orang adalah Zaid an Ja'far.

--------------------------------------------------------------------

*Sumber Bacaan: Kitab Daulah Islamiyyah, Kisah-kisah Sahabat Nabi SAW dalam berjihad & Kamus Pintar Daulah Islam

***
Masyallah . . . .

dan kelak "pintu-pintu" kemenangan dakwah Islam itu akan terbuka oleh tangan-tangan para pejuangnya yang ikhlas, yang melayakkan dirinya 'sekualitas' para Sahabat

Semoga kita termasuk diantaranya yang sedang melayakkan diri menjadi 'sebaik-baik' hamba-Nya. Aamiin

Mari sahabat sebarkan informasi ini.

Semoga bisa menginspirasi kebaikan dan bisa menjadi amal jariyah untuk kita bersama. Jazakumullahu khairan katsiron 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan pesan-pesan Anda untuk Kami