Bismillaah…
Satu hari menunda skripsi = satu hari menunda nikah??
Benarkan jargon demikian?
Hehe…yang baca jangan senyam-senyum dulu ya, karena menurutku
nie bahasa agak sensitif juga kalau membahasnya tentang nikah, paling-paling nanti
dapat keroyokan “Cieeee…cieeee, atau gak Swiiit…swiiiittt…” *tenang mbak-mbak
biasa aja ya…oke lanjut
Teringat pesan ibu kira-kira saat aku masih semester bawah
semester 4 atau 5 atau 6 (lupa, ya pokoknya semester bawah deh). Beliau memberikan
masukan, “Nduk, kuliahnya diselesaikan dulu, baru boleh nikah?”. Singkat cerita
aku menjawab, “Spakah tidak boleh bun nikah dulu saat kuliah saat belum lulus?”.
Jabar bunda “Pokoknya kuliahnya diselesaikan dulu baru nikah?”. Intinya titik
demikian.
Ohhh…no! agak berat juga nie ngejelasin ke Ibun kalau
standar dewasa nikah itu bukan ditentukan dari lulus atau belumnya kita dalam
skripsi/kuliah, akan tetapi dewasa dari matangnya dia biasa memecahkan simpul
besar (uqdatul kubro) menjawab tiga pertanyaan besar dengan berfikir yang
menyeluruh nan cemerlang
Tiga pertanyaan besar itu adalah :
1.
Darimana kita berasal?
2.
Untuk apa kita hidup di
Dunia?
3.
Akan kemana setelah
kehidupan ini?
Jawabannya adalah dari Sang Khaliq, untuk beribadah kepada
Allah dan akan dihisab kembali kepada Allah
Hmmm…sepertinya ibun masih belum terdudukan definisi dewasa demikian.
“Jangan menyerah, lanjuttt….” (sambil mengepalkan tangan ke atas)
Dengan berjalannya waktu, ku coba untuk mencoba pelan-pelan
memberikan masukan, ide dan pemahaman Islam kepada Bunda. Dari sedikit celah
obrolan saat ada secarik kertas undangan teman yang akan walimahan kepadaku. Maka
sebelum atau sesudah hadir dalam walimahan temanku tersebut ku coba
mengobrolkannya ringan dengan Ibun. Ngobrol tentang bagaimana nikah yang syar’i,
bagaimana suami yang semestinya dan keluarga yang seperti apa yang semestinya
sesuai dengan koridor syariah Islam.
Kali ini aku sudah memasuki semester akhir, Subhanallah…cepat
sekali ya, gak terasa perasaan baru kemarin masuk kuliah deh (mungkin ini juga
dirasakan yang lainnya termasuk anda, bahwa waktu itu cepat berputar dan terus
berjalan)
Beberapa hari lalu, ibun memberikan saran kembali. Kali ini
redaksinya sudah sedikit berbeda dengan masukan anjuran redaksi pertama diatas
yakni, “Segera selesaikan skripsimu, kalau sudah selesai boleh nikah?”. Hampir
mirip memang dengan redaksi awal hanya saja ini berbeda selanjutnya, “Tapi bun,
kalau misal belum selesai skripsi apakah boleh nikah?”, “Boleh saja”.
Alhamdulillah…pelan tapi pasti, sedikit demi sedikit bunda
memahami. Sekarang sudah dapat lampu hijau, bahkan nikah tak harus menunggu
kelarnya kuliah. Sehingga jargon diatas kini tak lagi berlaku. (Ihhhiiii…Banyak
gaya)
Namun demikian bukan berarti kemudian kita melenakan amanah
skripsi kita juga (hehe..kita?? aku aja kalee).
Iya maksudku adalah skripsiku, jujur saja ada rasa
menggampangkan padahal itu adalah jala jebakan (nah lo itu kamu sadar). Iya aku
menulis ini memang sedang dalam rangka menyadarkan diriku, yang barang kali
bisa melecut semangatku minimal satu jam sehari bisa buat mantengin buat skripsi
(haha..cuma 1 jam). Ya gapapalah daripada tidak sama sekali (tul ga??)àngeless terselubung!
Kemarin aku sempat shering dengan temanku yang biasa ku
panggil dengan sebutan Khola (Dalam bahasa Arab yang konon artinya adalah
tante) =D ia orangnya baik hari, periang, dan tidak sombong. Semoga Khola kalau
baca gak GE-ER ya…Hehe
Ia memberikan masukan yang menurutku bagus untuk
memotivasiku yakni komitmen dalam membuat skripsi.
Dengan tanda kutip tetap tidak melalaikan amanah kewajiban
menjadi pengamban dakwah dan seorang anak. Insyallah
Betewe ini tulisan memang sengaja lagi curcol tentang
skripsi lo. Simak percakapan singkatnya disaat perjalanan selepas dari loundry
“Khola, “Jujur saja, akhir-akhir ini aku tidak fokus dengan
skripsi”
Khola menjawab “Memang kenapa ko bisa tidak fokus?”
“Ya, belum bisa fokus saja, belum bisa sehari itu melihat
atau membuat skripsi, ada masukan khola?
Ssssstttttt….dengarkan Khola sedang memberikan masukan, dan
ini TOP banget pesannya
“Gini aja coba kamu menegemen diri buat target, satu hari
minimal satu jam untuk membuat skripsi. Satu jam itu bisa kamu gunain kalau gak buat nulis, ya buat mbaca buku tentang bahan skripsimu. Nah, kalau misal kamu gak komit alias
tidak ada satu jam mengerjakan skripsi dalam waktu satu hari maka ada sangsi untuk diri kamu sendiri.
Misalkan gak ngeluagin waktu satu jam buat skripsi maka sangsinya adalah dengan memungut tabungan denda misal 1000 rupiah. Seminggu kalau gak ngerjain sudah lumayan
kan..hehe
Nah, Apalagi kalau dendanya lumayan berat misal 5000 rupaih gitu, makin
berat pasti. Dan semakin besar nominal denda maka tentunya akan membuat kita
gak bakal ninggalin skripsi, karena skripsi juga suatu amanah bukan?
Dan perlu dicatat bahwa hasil tabungan sangsi itu bukanlah
untuk diri kita sendiri, enak aja buat kita sendiri bisa-bisa kita buat jajan
sendiri....hehe tapi sangsi tabungan kamu itu untuk keperluan umat. Misalkan ada
saudara kita yang mau ikut pangajian tapi gak ada uang dan membutuhkan uang,
nah uang itu bisa diberikan untuk membantu dia, atau mungkin ada yang butuh
jilbab dengan bantuan uang tabunganmu dan jelas tadi itu uang sangsi adalah
uang umat. Ingat UANG UMAT! Sehingga ketika kamu gak membayarpun konsekuensinya
ada uang mu yang tercampur dengan uang milik umat, nah lo ngerikan. Dan itu
juga pertanggungjawabannya sama Allah langsung.”
Diriku termenung, “betul juga ya”.
Sekarang plisss ya..kamu udah dapat motivasinya kan nah
sekarang tinggal action.
Sukron Khola (Kabuuuurrrr)
NB :
Uslub (cara) diatas tentang Tabungan denda bisa saja kita gunakan pada wilayah yang
lain yang itu kiranya membutuhkan komitmen kita untuk mencapai suatu hal tujuan,
termasuk perkara dakwah. Silahkan dicoba. Semoga menginspirasi J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan pesan-pesan Anda untuk Kami