Kita harus mengetahui akan tujuan perbuatan atau biasa yang disebut dengan qimatul
‘amal (nilai perbuatan). Syaikh Taqiyuddin memetakan macam-macam nilai
perbuatan tersebut ada empat :
1. Qimatul
madiyah (materi), nilai yang berorientasi pada materi, misalkan ketika
berjualan nilai perbuatan yang semestikanya dilakukan adalah dengan menegakkan
qimatul madiyah, pada saat kuliah juga ia, keluar kelas semestinya mendapatkan
materi dari pembelajaran yang telah diberikan, pada gaji, pada jual-beli dan contoh
banyak lainnya yang berorientasi kepada keuntungan.
2. Qimatul
Khuluqiyah (Akhlak), nilai moral yang dapat diraih dengan melakukan perbuatan
jujur, amanah, rendah hati, tidak sombong, peduli dan lain sebagainya. Dalam
perkara ini maka tidak boleh apabila jujur akan tetapi dorongan untuk melakukan
kejujuran tersebut untuk mendapatkan uang (materi). Maka semestinya diluruskan
adalah bahwa tujuan dari kejujuran tersebut adalah untuk mendapatkan ridho Allah
karena Allah memerintahkan untuk jujur, sehingga nilai yang harus ditegakkan
cukuplah dengan qimatul khuluqiyah, bukan yang lain.
3. Qimatul
insaniyah, yakni nilai yang ditegakkan dalam rangka tolong menolong humanis,
saling bertenggang rasa terhadap teman, tetangga dan lainnya. Akan sangat
tidak tepat apabila qimah yang hendak
ditegakkan insaniyah pada kasus A menolong B karena kecelakaan, namun si A
meminta bayaran. Ini tidak dibolehkan.
4. Qimatul
ruhiyah, yaitu ibadah hanya kepada Allah, contohnya puasa, sholat, zakat dan
lain-lain. Mungkin pernah mendengar kisah anak-anak apabila ia bisa berpuasa
ramadhan full maka ia akan diberikan hadiah,aktivitas ini apabila tetap
dibiarkan maksudnya bahwa semestinya yang harus ditegakkan adalah qimah ruhiyah
menjadi madiyah hal ini tidak diperbolehkan.
Dari
pembahasan ini maka perlu kita ketahui bahwa nilai perbuatan ini tidak bisa
sekali dayung 1, 2, bahkan 3 pulau terlampaui, akan tetapi dalam setiap
perbuatan semestinya cukup menegakkan satu qimah(nilai). Tidak bisa
bersama-samaan, misalkan aktivitasnya berjualan, dalam berjualan ini tidak
dibolehkan apabila qimah yang hendak didapatkan adalah qimah insaniyah dan
materi, ini tidak boleh. Yang
diperbolehkan adalah apabila aktivitas ini berdiri sendiri-sendiri. Seperti
yang disebutkan dalam kitab Mafahim HT bahwa nilai-nilai semacam ini tidak
memiliki kelebihan atau kesamaan berdasarkan nilzai (zat)nya sendiri.
Sebab
didalamnya tidak terdapat ciri yang dapat dijadikan patokan untuk mengutamakan
atau menyamakan satu dengan yang lainnya,melainkan merupakan hasil yang menjadi
tujuan manusia di saat melakukan suatu perbuatan. Karena itu. Kita tidak bisa
meletakkannya secara bersama-sama dalam satu ukuran. Sebab, nilai-nilai itu
berbeda-beda, terkadang malah bertolak belakang.[1]
Jadi mengedepankan satu nilai atas nilai yang lain, juga melebihi atau
menyamakannya adalah hak preogratif syara’, karena apabila masalah itu
diserahkan sepenuhnya kepada manusia, niscaya terjadi perselisihan antara satu
individu dengan individu yang lain dalam menaksir persamaan atau pelebihan ini,
dengan demikian setiap individu memiliki standar tertentu dengan dirinya.[2]
Dengan
demikian topik mengenai berbagai nilai perbuatan yang diusahakan setiap orang
untuk mencapainya pada saat melakukan berbagai macam perbuatan.[3]
[1]
An-Nabhani Taqiyuddin, “Mafahim HT”, HTI
Press, Jakarta: 2008, hlm 49
[2]
Abdullah Muhammad Husain, “Mafahim Islamiyah”, Al Izzah, Jatim; 2003, hlm 69
[3]
An-Nabhani Taqiyuddin, “Mafahim HT”, HTI
Press, Jakarta: 2008, hlm 48
mantabbb min..
BalasHapus