Jumat, 30 Agustus 2013

MENGENAL ORIENTALISME


Oleh : Ukhtyan Muhibbah Firdaus

Prolog
Sejak pertengahan abad XII Hijriyah (ke-18 Masehi) dunia Islam mengalami kemerosotan dan kemunduran yang paling buruk dan berjalan dengan sangat cepat. Dunia Islam pun berada dalam kebingungan di tengah-tengah kegelapan akibat kekacauan dan kemundurannya, dan masih terus merasakan pedihnya keterbelakangan dan berbagai goncangan. Syaikh Taqiyuddin mengutarakan sebab-sebab kemunduran dunia Islam dapat kita kembalikan kepada satu hal, yaitu lemahnya pemahaman umat terhadap Islam yang amat parah, yang merasuk ke dalam pikiran kaum Muslim secara tiba-tiba. Ini berawal tatkala bahasa Arab mulai diremehkan peranannya untuk memahami Islam sejak awal abad VII Hijriyah, sehingga kekuatan yang dimiliki bahasa Arab dengan kharisma Islam terpisah.[1]
Sejarah
Kemunduran Islam ini tidak terlepas dari peran tangan-tangan musuh Allah, banyak konspirasi serta makar yang mereka buat untuk melenyapkan Islam. Istilah orientalisme pun mulai mencuat dan menjadi bagian komponen yang memiliki pengaruh besar dalam perubahan dunia Islam khususnya mengobok-obok tsaqofah Islam. Wikipedia menuliskan asal kata orientalisme berasal dari kata orient dan isme yang berarti timur dan paham.[2] Orientalisme secara singkat dapat dimaknai sebagai paham yang membahas ketimuran, dan khususnya pembahasan mengenai Islam dan Bahasa Arab.
Dari beberapa literatur yang penulis pernah baca agenda orientalisme dimulai sejak pasca perang salib berkobar. Kebencian pasukan salib atas kekalahan dari masukan kaum muslimin membuat mereka tak gentar mengetahui akan “rahasia dibalik” kekuatan kaum muslimin. Bayangkan jumlah pasukan kaum muslimin pada saat itu jauh sangat lebih sedikit dibanding jumlah pasukan salib, akan tetapi “luar biasa” justru peperangan diakhiri oleh kemenangan pasukan kaum muslimin. Bagi pasukan salib ini menjadi tanda tanya besar, “Mengapa umat muslimin dengan jumlah pasukan sedikit namun bisa menang?
Para musuh-musuh Allah lantas tidak berdiam diri, setelah kekalahan pada perang salin ini mereka senantiasa mencari siasat dan strategi untuk mengalahkan kekuatan umat muslim. Banyak dari kalangan nasrani yang akhirnya mendorong mereka untuk mempelajari tsaqofah Islam, dan bahkan pura-pura masuk Islam untuk bisa mengenal lebih dekat tentang Islam.
Seiring berjalannya waktu, dengan semangat ketekunan dan ketelitian pada orientalis pun menemukan titik kekuatan besar kaum muslimin. Dua kekuatan besar itu adalah
1.      Kekuasaan atas diterapkannya aturan/syariah dalam Negara [Khilafah]
2.      Keimanan yang berwujud pada ketakwaan mereka terhadap Allah swt
Dua kekuatan itulah yang menghantarkan umat muslimin bisa memenangkan perang salib. Pasukan islam berani berjihad dan berani mati melawan musuh-musuh karena Allah. Kekuatan inilah yang kemudian dicari tahu dan mereka temukan hasil dari  penyelidikan oleh para orientalis. Orientalis pun rela dan giat rajin belajar bahasa Arab, belajar Al Qur’an, Al Hadits dan lain sebagainya. Ketekunan mereka bukan untuk mendekatkan diri kepada Allah namun justru mencari celah kekurangan untuk menyerang Islam. Dr. Musthafa al-Siba’i telah memetakan watak orientalis secara global sebagai berikut ini[3]:
1.      Buruk sangka dan salah paham terhadap maksud, tujuan dan problematika Islam.
2.      Buruk sangka terhadap masyarakat, pemuda, ulama, dan tokoh-tokoh Islam
3.      Mendeskripsikan masyarakat Islam pada beberapa abad yang silam, khususnya periode pertama Islam sebagai masyarakat yang bebas, dimana para pembesar dan pemimpinnya suka membunuh egoisme kaum lemah.
4.      Mendeskripsikan peradaban Islam dengan gambaran keliru dan mendiskreditkan esensi, pcngaruh dan kontribusinya.
5.      Minimnya pengetahuan orientalis tentang realitas citra masyarakat Islam dan berusaha memberikan pernyataan (statement) tentang moralitas bangsa dan tradisi negara Islam.
6.      Menjadikan teks berdasarkan rasio dan kepentingan-kepentingan mereka, mendiskreditkan teks tersebut serta menginterpretasikan sebuah teks untuk mewujudkan impian-impian material mereka.
7.      Mereka terkadang merubah manuskrip-manuskrip dengan maksud menciptakan kerancuan dan kekacauan, sebagaimana bodohnya mereka memahami simbol-simbol keagamaan hingga membentuk pola-pola perubahan baru lainnya.
8.      Mereka mengklaim sumber-sumber referensi yang telah mereka nukil. Penukilan itu, misalnya, dan buku sastra yang dijadikan patokan untuk sejarah hadis Nabawi, dan buku-buku sejarah umum yang dijadikan patokan untuk sejarah syari’at Islam dan fiqih.
Watak yang sarat akan kebencian dan balas dendam, orintalisme ini pun terus menerus ada generasinya. Diantara tokoh-tokoh orintasisme tersebut adalah C. Snouck Hurgronje (Hadits), Carl Brockelmann  (Manuskrip Arab), D.S. Margoliouth  (Hadits), H.A.R. Gibb  (Islam), Richard Bell  (Qur’an) dan masih banyak lagi. Dalam perjalanan masa buku-buku hasil tulisan para orintalisme ini disebarkan dan banyak dari kalangan umat muslimin sendiri yang justru mengadopsi buah pikir orintalis. Orientalisme memiliki Tujuan-tujuan dalam ungkapan yang lebih simpel, yaitu sebagai berikut:
1.  Mengklaim Islam sebagai agama yang sesat. Islam adalah kekuatan politik yang menerapkan tindakan represif dan intimidasi, ia menyebarkan teologi yang sesat dan memaksa suatu bangsa dengan menggunakan pedang untuk menerima teologi tersebut, sehingga manusia tunduk tanpa syarat. Dengan begitu, agama Islam bagaikan lingkaran setan yang menakutkan, yang menumpahkan darah, membunuh dan berperang. Islam juga dituduh sebagai agama yang digerakkan oleh rasionalitas dan pengetahuan yang keliru.
2.  Mengklaim bahwa dakwah Nabi Muhammad saw dan kenabiannya adalah tidak benar, kitab dan sunnah merupakan kreasi Nabi Muhammad, syariah Islam berpijak pada landasan peradaban yang telah silam. Mereka juga mengatakan bahwa Nabi Muhammad adalah penyembah berhala dan salah seorang pendusta Makkah.
3.    Menghilangkan eksistensi Arab, bahasa, dan tradisinya yang kemudian melakukan reduksi seluruh makna peradaban Arab dan masyarakat muslim untuk merendahkan kondisi Arab, sebab nabi Muhammad adalah juga keturunan Arab dan suku Quraish, disertai pelecehan terhadap bahasa Arab sebagai bahasa al-Qur’an.[4]
Tujuannya secara tersembunyi adalah menjauhkan umat Islam dari kekuatannya, menggerogoti aqidah Islam. Serangan tsaqofah ini sifatnya soft sehingga pemahaman ini menjakiti kedalam tubuh umat muslim sendiri. Tidak dapat dipungkiri ketika Allah berfirman: “ Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagai dan (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (‘kejalan yang benar,).’(QS. Ar Ruum:41)
Dampak Orientalisme
Begitu besar pengaruh orintallsme dalam dunia Islam maka jika kita mencoba menganalisasi secara fakta kondisi umat islam dampaknya adalah :
1.      Sekulerisasi pemikiran Islam terhadap umat islam
2.      Menjauhkan kekuasaan Islam [Khilafah] dari umat Islam

Sikap Intelektual Muslim
Mememandang sebuah konspirasi besar ini semestinya kita bisa mengambil pelajaran dari sejarah, bahwasanya umat muslim hanya akan bangkit ketika ada kekuatan keimanan dan adanya Khilafah. Sudah semestinya mainstream perjuangan adalah kepada mengembalikan kehidupan Islam dalam naungan Khilafah. Jalan yang kemudian bisa kita tempuh mewujudkan tegaknya kekuatan Islam adalah istiqomah dan bersabar mengikuti metode dakwah Rasulullah saw. Selain itu intelektual juga memiliki peranan besar dalam menjelaskan kepada umat akan bahaya-bahaya tsaqofah asing yang senantiasa menggerogoti aqidah umat.
Semoga kita bisa istiqomah di jalan dakwah Khilafah. Aamiin



[1] Taqiyuddin An-Nabhani, Mafahim Hizbut Tahrir (Jakarta: HTI Press, 2001), hal 5-6
[2] Wikipedia.com
[3] http://bayu96ekonomos.wordpress.com/anda-tertarik/artikel-sosial-budaya/akar-gerakan-orientalisme-dari-perang-fisik-menuju-perang-pikir/

[4] ibid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan pesan-pesan Anda untuk Kami