Jumat, 30 Agustus 2013

Baik dan Buruk

Apabila kita perhatikan manusia sesungguhnya dalam wilayah perbuatannya terbagi menjadi dua bagian lingkaran (area), area yang pertama adalah area yang menguasai manusia.pada area ini manusia tidak dapat memilih hidupnya dan tidak akan dimintai pertanggungjawabannya. Sedangkan pada area kedua yakni area yang menguasai manusia maka pada area ini bisa memilih  [life is choice] dan setiap apa yang dipilih pada area ini akan dimintai pertanggungjawaban.

Manusia senantiasa mencintai sesuatu yang berasal darinya atau yang menimpanya di dalam  lingkaran yang dikuasainya ataupun yang menguasainya. Begitu pula manusia kadang-kadang membenci sesuatu di dalam kedua lingkaran tersebut. Maka ia berusaha menafsirkan kecintaan dan kebenciannya ini dengan predikat baik (khair) dan buruk (syarr). Manusia cenderung menggolongkan apa yang disenanginya sebagai baik, dan apa yang dibencinya sebagai buruk. Demikian juga terhadap beberapa perbuatan dikatakan baik dan perbuatan lain dikatakan buruk atas dasar manfaat yang didapatnya atau kemudharatan yang dijumpainya.[1]

Maka sudah menjadi alamiahnya manusia akan memiliki kaca mata baik apabila perbuatan tersebut baik dalam perasaannya dan buruk menurut perasaan ketidaksukaannya. Atas dasar ini maka disini akan diunggkapkan tentang predikat baik dan buruk yang shahih dalam pandangan Islam.
Nash-nash syara’ telah menunjukkan bahwa sesungguhnya ada standar-standar dalam  Islam sebagai dasar tolok ukur dalam berbagai perbuatan dan sesuatu benda. yaitu ada baik dan buruk seperti yang disinggung diatas.

Baik dan buruk
Kata khair dalam lafadz musytarok dari sisi asal lafadznya dan maknanya. Dari sisi asal lafadznya merupakan isim tafshil (bermakna lebih) dimana asal qiyasinya memakai lafadz akyaru mengikuti wazan ufngalu akan tetapi huruf hamzah dibuang dengan menyalahi aturan (syadz). Juga kata khairun merupakan masdar mengikuti wazan fa’lun.[2]
Sedangkan kata syar dari sisi derivatisasi lafadznya, menyerupai kata khairun. Sedangkan dari sisi maknanya syarun adalah kebaikan dari khairun yaitu kejahatan.
Seperti yang diungkapkan diatas jadi manusia itu mencintai dengan makna manfaat dan membenci dengan makna bahaya. Maka Allah menjelaskan dalamQur’an surat Al Baqarah; 216.yang artinya : …Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal itu amat buruk bagimu. Allah mengetahui sedangkan kamu tidak mengetahui.(TQS. Al-Baqarah [2]: 216)[3]

Jadi baik dan buruk dalam Islam tidak diqiyaskan dengan manfaat dan bahaya. Tidak pula dalamaktivitas-aktivitas yang terjadi hanya karena qadha’, yakni terjadi dari manusia atau atas manusia dengan keadaan terpaksa. Dan tidak pula dalam aktivitas-aktivitas yang dilaksanakan manusia dengan ikhtiyar (pilihannya). Karena manusia itu tidak mengerti dengan teliti bahwa aktivitas atau sesuatu itu bermanfaat atau berbahaya, baginya dan bagi orang lain, disebabkan ketidakmengertiannya dengan berbagai akibat sebenarnya yang akan diperhitungkan atas aktivitas-aktivitasnya di dunia dan akherat. Seperti contoh misalkan ada orang yang dia sedag terlambat dalam pemberangkatan kereta sehingga membuatnya tertinggal tentunya perkara ini adalah dipandang sebagai perkara yang buruk, namun hal ini akan menjadi lain perkara jika terjadi kereta yang sedang berangkat tersebut tak lama beberapa menit kemudian diberitakan terjadi kecelakaan dan hancur, ia memuji Allah atas ketertinggalan kereta tersebut.

Maka manusia member sifat pada suatu aktivitas dengan baik dan buruk berdasarkan manfaat atau bahaya yang menimpanya sebagai akibat dari perbuatannya adalah sifat yang tidak benar dan tidak tetap karena sifat itu datang dari manusia. Sedangkan manusia tempatnya perbedaan, perselisihan, pertentangan dan terpengaruh oleh lingkungan.[4]

Untuk itu menyifati pekerjaan dengan baik dan buruk itu tidak da atang dari zat pekerjaan itu dan tidak pula datang dari manusia. Sifat itu hanya datang dari faktor-faktor diluar manusia, dan faktor-faktor ini bersandar pada sudut pandang tentang kehidupan, yaitu aqidah yang dipeluk oleh manusia, dan pemikiran-pemikiran juga sistem-sistem yang memancar dari aqidah. Islam adalah mabda’. Islam telah meletakkan standa yang rinci untuk sesuatu yang baik dan buruk. Aktivitas apabila terdiri dari sesuatu yang diridhoi Allah, yaitu dengan mentaati perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, maka aktivitas itu baik dan apabila aktivitas itu adalah perkara yang dimurkai Allah yaitu karena menyalahi perintah-perintah-Nya dan mengikuti larangan-larangan-Nya, maka aktivitas itu buruk.
Begitu pula dengan istilah terpuji dan tercela, bahwa keduanya juga ditentukannya karena tolok ukur hukum syara’ bukan tolok ukur akal manusia.



[1] An-Nabhani Taqiyuddin, “Mafahim HT”,  HTI Press, Jakarta: 2008, hlm 38-39
[2] Abdullah Muhammad Husain, “Mafahim Islamiyah”, Al Izzah, Jatim; 2003, hlm 177-178
[3] An-Nabhani Taqiyuddin, “Mafahim HT”,  HTI Press, Jakarta: 2008, hlm 42
[4] Abdullah Muhammad Husain, “Mafahim Islamiyah”, Al Izzah, Jatim; 2003, hlm 179

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan pesan-pesan Anda untuk Kami