Minggu, 24 Februari 2013

Satu hari menunda skripsi = satu hari menunda nikah??


Bismillaah…
Satu hari menunda skripsi = satu hari menunda nikah??
Benarkan jargon demikian?

Hehe…yang baca jangan senyam-senyum dulu ya, karena menurutku nie bahasa agak sensitif juga kalau membahasnya tentang nikah, paling-paling nanti dapat keroyokan “Cieeee…cieeee, atau gak Swiiit…swiiiittt…” *tenang mbak-mbak biasa aja ya…oke lanjut

Teringat pesan ibu kira-kira saat aku masih semester bawah semester 4 atau 5 atau 6 (lupa, ya pokoknya semester bawah deh). Beliau memberikan masukan, “Nduk, kuliahnya diselesaikan dulu, baru boleh nikah?”. Singkat cerita aku menjawab, “Spakah tidak boleh bun nikah dulu saat kuliah saat belum lulus?”. Jabar bunda “Pokoknya kuliahnya diselesaikan dulu baru nikah?”. Intinya titik demikian.


Ohhh…no! agak berat juga nie ngejelasin ke Ibun kalau standar dewasa nikah itu bukan ditentukan dari lulus atau belumnya kita dalam skripsi/kuliah, akan tetapi dewasa dari matangnya dia biasa memecahkan simpul besar (uqdatul kubro) menjawab tiga pertanyaan besar dengan berfikir yang menyeluruh nan cemerlang
Tiga pertanyaan besar itu adalah :
1.       Darimana kita berasal?
2.       Untuk apa kita hidup di Dunia?
3.       Akan kemana setelah kehidupan ini?
Jawabannya adalah dari Sang Khaliq, untuk beribadah kepada Allah dan akan dihisab kembali kepada Allah

Hmmm…sepertinya ibun masih belum terdudukan definisi dewasa demikian. “Jangan menyerah, lanjuttt….” (sambil mengepalkan tangan ke atas)

Dengan berjalannya waktu, ku coba untuk mencoba pelan-pelan memberikan masukan, ide dan pemahaman Islam kepada Bunda. Dari sedikit celah obrolan saat ada secarik kertas undangan teman yang akan walimahan kepadaku. Maka sebelum atau sesudah hadir dalam walimahan temanku tersebut ku coba mengobrolkannya ringan dengan Ibun. Ngobrol tentang bagaimana nikah yang syar’i, bagaimana suami yang semestinya dan keluarga yang seperti apa yang semestinya sesuai dengan koridor syariah Islam.

Kali ini aku sudah memasuki semester akhir, Subhanallah…cepat sekali ya, gak terasa perasaan baru kemarin masuk kuliah deh (mungkin ini juga dirasakan yang lainnya termasuk anda, bahwa waktu itu cepat berputar dan terus berjalan)

Beberapa hari lalu, ibun memberikan saran kembali. Kali ini redaksinya sudah sedikit berbeda dengan masukan anjuran redaksi pertama diatas yakni, “Segera selesaikan skripsimu, kalau sudah selesai boleh nikah?”. Hampir mirip memang dengan redaksi awal hanya saja ini berbeda selanjutnya, “Tapi bun, kalau misal belum selesai skripsi apakah boleh nikah?”, “Boleh saja”.
Alhamdulillah…pelan tapi pasti, sedikit demi sedikit bunda memahami. Sekarang sudah dapat lampu hijau, bahkan nikah tak harus menunggu kelarnya kuliah. Sehingga jargon diatas kini tak lagi berlaku. (Ihhhiiii…Banyak gaya)
Namun demikian bukan berarti kemudian kita melenakan amanah skripsi kita juga (hehe..kita?? aku aja kalee).
Iya maksudku adalah skripsiku, jujur saja ada rasa menggampangkan padahal itu adalah jala jebakan (nah lo itu kamu sadar). Iya aku menulis ini memang sedang dalam rangka menyadarkan diriku, yang barang kali bisa melecut semangatku minimal satu jam sehari bisa buat mantengin buat skripsi (haha..cuma 1 jam). Ya gapapalah daripada tidak sama sekali (tul ga??)àngeless terselubung!

Kemarin aku sempat shering dengan temanku yang biasa ku panggil dengan sebutan Khola (Dalam bahasa Arab yang konon artinya adalah tante) =D ia orangnya baik hari, periang, dan tidak sombong. Semoga Khola kalau baca gak GE-ER ya…Hehe
Ia memberikan masukan yang menurutku bagus untuk memotivasiku yakni komitmen dalam membuat skripsi.
Dengan tanda kutip tetap tidak melalaikan amanah kewajiban menjadi pengamban dakwah dan seorang anak. Insyallah
Betewe ini tulisan memang sengaja lagi curcol tentang skripsi lo. Simak percakapan singkatnya disaat perjalanan selepas dari loundry

“Khola, “Jujur saja, akhir-akhir ini aku tidak fokus dengan skripsi”
Khola menjawab “Memang kenapa ko bisa tidak fokus?”
“Ya, belum bisa fokus saja, belum bisa sehari itu melihat atau membuat skripsi, ada masukan khola?
Ssssstttttt….dengarkan Khola sedang memberikan masukan, dan ini TOP banget pesannya
“Gini aja coba kamu menegemen diri buat target, satu hari minimal satu jam untuk membuat skripsi. Satu jam itu bisa kamu gunain kalau gak buat nulis, ya buat mbaca buku tentang bahan skripsimu. Nah, kalau misal kamu gak komit alias tidak ada satu jam mengerjakan skripsi dalam waktu satu hari maka ada sangsi untuk diri kamu sendiri. Misalkan gak ngeluagin waktu satu jam buat skripsi maka sangsinya adalah dengan memungut tabungan denda misal 1000 rupiah. Seminggu kalau gak ngerjain sudah lumayan kan..hehe
Nah, Apalagi kalau dendanya lumayan berat misal 5000 rupaih gitu, makin berat pasti. Dan semakin besar nominal denda maka tentunya akan membuat kita gak bakal ninggalin skripsi, karena skripsi juga suatu amanah bukan?
Dan perlu dicatat bahwa hasil tabungan sangsi itu bukanlah untuk diri kita sendiri, enak aja buat kita sendiri bisa-bisa kita buat jajan sendiri....hehe tapi sangsi tabungan kamu itu untuk keperluan umat. Misalkan ada saudara kita yang mau ikut pangajian tapi gak ada uang dan membutuhkan uang, nah uang itu bisa diberikan untuk membantu dia, atau mungkin ada yang butuh jilbab dengan bantuan uang tabunganmu dan jelas tadi itu uang sangsi adalah uang umat. Ingat UANG UMAT! Sehingga ketika kamu gak membayarpun konsekuensinya ada uang mu yang tercampur dengan uang milik umat, nah lo ngerikan. Dan itu juga pertanggungjawabannya sama Allah langsung.”

Diriku termenung, “betul juga ya”.

Sekarang plisss ya..kamu udah dapat motivasinya kan nah sekarang tinggal action.
Sukron Khola (Kabuuuurrrr)

NB :
Uslub (cara) diatas tentang Tabungan denda bisa saja kita gunakan pada wilayah yang lain yang itu kiranya membutuhkan komitmen kita untuk mencapai suatu hal tujuan, termasuk perkara dakwah. Silahkan dicoba. Semoga menginspirasi J


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan pesan-pesan Anda untuk Kami