Jumat, 30 Agustus 2013

Empat Nilai/Qimah

Kita harus mengetahui akan tujuan perbuatan atau biasa yang disebut dengan qimatul ‘amal (nilai perbuatan). Syaikh Taqiyuddin memetakan macam-macam nilai perbuatan tersebut ada empat :
1.      Qimatul madiyah (materi), nilai yang berorientasi pada materi, misalkan ketika berjualan nilai perbuatan yang semestikanya dilakukan adalah dengan menegakkan qimatul madiyah, pada saat kuliah juga ia, keluar kelas semestinya mendapatkan materi dari pembelajaran yang telah diberikan, pada gaji, pada jual-beli dan contoh banyak lainnya yang berorientasi kepada keuntungan.
2.      Qimatul Khuluqiyah (Akhlak), nilai moral yang dapat diraih dengan melakukan perbuatan jujur, amanah, rendah hati, tidak sombong, peduli dan lain sebagainya. Dalam perkara ini maka tidak boleh apabila jujur akan tetapi dorongan untuk melakukan kejujuran tersebut untuk mendapatkan uang (materi). Maka semestinya diluruskan adalah bahwa tujuan dari kejujuran tersebut adalah untuk mendapatkan ridho Allah karena Allah memerintahkan untuk jujur, sehingga nilai yang harus ditegakkan cukuplah dengan qimatul khuluqiyah, bukan yang lain.
3.      Qimatul insaniyah, yakni nilai yang ditegakkan dalam rangka tolong menolong humanis, saling bertenggang rasa terhadap teman, tetangga dan lainnya. Akan sangat tidak  tepat apabila qimah yang hendak ditegakkan insaniyah pada kasus A menolong B karena kecelakaan, namun si A meminta bayaran. Ini tidak dibolehkan.
4.      Qimatul ruhiyah, yaitu ibadah hanya kepada Allah, contohnya puasa, sholat, zakat dan lain-lain. Mungkin pernah mendengar kisah anak-anak apabila ia bisa berpuasa ramadhan full maka ia akan diberikan hadiah,aktivitas ini apabila tetap dibiarkan maksudnya bahwa semestinya yang harus ditegakkan adalah qimah ruhiyah menjadi madiyah hal ini tidak diperbolehkan.
Dari pembahasan ini maka perlu kita ketahui bahwa nilai perbuatan ini tidak bisa sekali dayung 1, 2, bahkan 3 pulau terlampaui, akan tetapi dalam setiap perbuatan semestinya cukup menegakkan satu qimah(nilai). Tidak bisa bersama-samaan, misalkan aktivitasnya berjualan, dalam berjualan ini tidak dibolehkan apabila qimah yang hendak didapatkan adalah qimah insaniyah dan materi, ini tidak  boleh. Yang diperbolehkan adalah apabila aktivitas ini berdiri sendiri-sendiri. Seperti yang disebutkan dalam kitab Mafahim HT bahwa nilai-nilai semacam ini tidak memiliki kelebihan atau kesamaan berdasarkan nilzai (zat)nya sendiri.
Sebab didalamnya tidak terdapat ciri yang dapat dijadikan patokan untuk mengutamakan atau menyamakan satu dengan yang lainnya,melainkan merupakan hasil yang menjadi tujuan manusia di saat melakukan suatu perbuatan. Karena itu. Kita tidak bisa meletakkannya secara bersama-sama dalam satu ukuran. Sebab, nilai-nilai itu berbeda-beda, terkadang malah bertolak belakang.[1] Jadi mengedepankan satu nilai atas nilai yang lain, juga melebihi atau menyamakannya adalah hak preogratif syara’, karena apabila masalah itu diserahkan sepenuhnya kepada manusia, niscaya terjadi perselisihan antara satu individu dengan individu yang lain dalam menaksir persamaan atau pelebihan ini, dengan demikian setiap individu memiliki standar tertentu dengan dirinya.[2]
Dengan demikian topik mengenai berbagai nilai perbuatan yang diusahakan setiap orang untuk mencapainya pada saat melakukan berbagai macam perbuatan.[3]



[1] An-Nabhani Taqiyuddin, “Mafahim HT”,  HTI Press, Jakarta: 2008, hlm 49
[2] Abdullah Muhammad Husain, “Mafahim Islamiyah”, Al Izzah, Jatim; 2003, hlm 69
[3] An-Nabhani Taqiyuddin, “Mafahim HT”,  HTI Press, Jakarta: 2008, hlm 48

1 komentar:

Tinggalkan pesan-pesan Anda untuk Kami