Minggu, 31 Maret 2013

Menepis Dikotomis Ilmu


“Sudah belajar saja ilmu-ilmu agama jangan kamu belajar ilmu-ilmu yang sekuler seperti biologi, kimia, kedokteran dan lainnya”. Begitulah salah anggapan beberapa intelektual yang menyatakan bahwa produk fakultas yang berbau umum dianggap sebagai sekuler. Maka wajar ada anggapan pula bahwa untuk menuju kepada kemajuan pendidikan sehingga prodi-prodi yang berbau Islam kini mulai berubah menjadi ilmu-ilmu umum. Dengan mencoba pelan-pelan dengan mengubah mata pelajaran agama dengan mata pelajaran yang sifatnya umum (iptek). Maka mulai ditambahkan dengan mata pelajaran yang bersifat umum, misalkan dibukanya fakultas sains dan teknologi, jurusan biologi, kimia, fisika dan lainnya.

Dari sini mulai mencoba keluar dari doktrin bahwa ilmu pengetahuan adalah sekuler sampai-sampai haram penghukumannya. Hal ini kemudian menjadi masalah. Seolang pelajaran agama dianggap sebagai pelajaran yang tradisionalis, kuno,  kaku. Berbeda dengan anggapan tentang pelajaran umum yang terkesan dikemas modern, maju dan membawa manfaat. Hal ini sudah menjamur hingga turun temurun kepada para kaum mahasiswanya.  Memandang hal yang sama bahwa ilmu umum seolah haram dan ilmu agama wajib. Sehingga ada upaya untuk “out of the box” dengan mengadakan ilmu yang pengetahuan tadi. Akhirnya sekarang muncul tadi prodi dan fakultas-fakultas yang umum. Umum disini tidak hanya diperuntukan untuk mahasiswa (peserta didik) muslim tetapi juga untuk mahasiswa yang non muslim.

Analisa
Dari melihat fakta disini, dapat kita analisa pada beberapa point yang meliputi :
1.      Ada kesalahan dalam memahami hukum menuntut ilmu pengetahuan umum dengan menuntut ilmu agama.
2.      Mudahnya silau dengan arus modernisasi
Pada analisa pertama mengapa bisa dikatakan salah dalam memahami hukum thalabul ilmi. Islam memandang bahwa menuntut ilmu hukumnya fardhu’. Berhenti disini menuntut apa pun itu ilmunya adalah fardhu’. Sehingga sangat tidak tepat jika menuntut ilmu pengetahuan umum adalah haram (sekuler). Karena menuntut ilmu saja adalah wajib.
Dalam Firman Allah, QS. Al Mujadallah ayat: 11 àkasih
Dan hadits Rasulullah SAW, thalabul ilmi faridhatun ‘ala kulli muslimin.

Bahwasanya menuntut ilmu adalah sesuatu yang fardhu. Kefardhuan itu memiliki dua macam yakni:
1.      Hukumnya fardhu kifayah maknya adalah bahwa hukum ini terbebankan kepada semua orang yang sudah baligh apabila sudah dilakukan oleh orang lain, maka ia tidak wajib untuk mengambil mata pelajaran tersebut. Sebagimana bisa kita analogikan sama seperti hukum fardhu kifayahnya memandikan jenazah. Misalkan saja kita, ada tetangga kita yang meninggal dunia, maka banyak para tetangga-tetangga lainnya turut berkerumunan disana bahu-membahu untuk mengurusi jenazah, dengan memandikan, mengkafani, menyalatkan dan menguburkannya.

     Hal ini bagi diri kita jatuhnya fardhu kifayah, jika sudah ada orang lain yang mengambil peran disitu maka tergugurkan kewajiban kita. Lantas bagaimana konteksnya disini jika dengan menuntut ilmu. Hukum fardhu kifayah ini adalah hukum menuntut ilmu pengetahuan umum seperti kimia, fisika, biologi, kedokteran, teknik, IT dan lain-lain. Sehingga bukan menjadi kewajiban kita apabila sudah ada orang yang mengambil jurusan/mata pelajaran tersebut. Namun hal ini akan menjadi kefardhuan’ain apabila belum/sama sekali tidak ada yang mengambil mata pelajaran/jurusan tersebut. Sama seperti hukum mengurusi jenazah tadi  diatas, apabila ada tetangga yang meninggal tetapi tidak ada satupun dari tetangga-tetangga kita yang mengurusinya maka menjadi kefardhu’ain-an bagi kita untuk mengurusinya hingga menguburkannya.
    
    Bagitu juga dengan menuntut ilmu umum, apabila misalkan disuatu daerah dimana daerah terpencil tersebut terdapat banyak penyakit dan penyakitnya tersebut adalah penyakit yang berbahaya. Sehingga butuh penanganan oleh orang yang ahli. Maka mengambil jurusan kedokteran disini menjadi keharusan, karena hanya dengan mengambil jurusan kedokteran tersebut kampung/daerah tersebut dapat diobati.
Maka dari itu kedudukan ilmu pengetahuan umum ia bukanlah sesuatu yang haram (Sekuler) tetapi sama-sama hukumnya fardhu dalam mencari ilmunya.
2.      Hukum menuntut Ilmu yang fardhu’ain,

[bersambung..]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan pesan-pesan Anda untuk Kami